Sesi 18. Jumat, 12 Januari 2024 Pukul 15.30 – 16.30 WIB 

Reporter: Hanifah Wulandari

Narasumber 1: dr. Obrin Parulian, M.Kes

Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Topik: Standar Penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik di Fasilitas Kesehatan Primer

Narasumber 2: drg. Madi Saputra, Sp.Pros

Anggota Asosiasi Klinik Cabang Kota Yogyakarta

Topik: Tantangan Penerapan Rekam Medis Elektronik dari Sisi Asosiasi Profesi

Moderator: dr. Fitriana Murriya Ekawati, MPHC, Sp.KKLP, Ph.D

Dosen/ Peneliti Departemen Kedokteran Keluarga, Komunitas dan Bioetika FK-KMK UGM

Yogyakarta,  12 Januari 2024 — Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan USAID CHISU, UGM, dan Forkomtiknas kembali menghadirkan HOT Talks! Sesi 18 yang mempunyai tujuan memperkenalkan ketentuan penerapan rekam medis elektronik di fasilitas pelayanan kesehatan primer di Indonesia, sanksi administratif bila belum menyelenggarakan RME yang terintegrasi dengan SATUSEHAT, serta mengupas tantangan di lapangan. Rekam medis elektronik memiliki peran penting untuk memudahkan penelusuran riwayat kesehatan pasien, pemberian diagnosis dan terapi yang tepat, serta perawatan yang lebih baik untuk meningkatkan keselamatan pasien. Rekam medis elektronik (RME) harus terintegrasi dengan berbagai fasilitas kesehatan untuk mendukung satu data kesehatan melalui platform SATUSEHAT. 

Rekam medis elektronik merupakan dokumen yang berisikan data identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien menggunakan sistem elektronik. Penyelenggaraan rekam medis elektronik mencakup pencatatan layanan melalui sistem rekam medis seperti Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), Sistem Informasi Manajemen Klinik (SIMKlinik), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit General Open Source (SIMRS-GOS) atau sistem lainnya termasuk pencatatan layanan luar gedung melalui Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK) atau sistem daerah yang mengikuti standar Platform SATUSEHAT. Penerapan RME berkaitan erat dengan pemenuhan standar akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan.

dr. Obrin Parulian, M.Kes, Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI menyampaikan standar penerapan RME diantaranya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, bahwa seluruh fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan rekam medis elektronik sesuai Peraturan Menteri tersebut paling lambat tanggal 31 Desember 2023. Fasyankes tersebut meliputi praktik mandiri, Puskesmas, klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium kesehatan, balai dan fasyankes lain yang ditetapkan oleh Menteri. Ketentuan ini dipertegas melalui Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/1030/2023 tentang penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta Penerapan Sanksi Administratif dalam rangka Pembinaan dan Pengawasan, terdapat teguran tertulis, rekomendasi penyesuaian status akreditasi, hingga pencabutan status akreditasi jika fasilitas kesehatan tidak sama sekali menerapkan rekam medis elektronik sesuai ketentuan sampai dengan 31 Juli 2024.

Penyelenggaraan RME dapat dilakukan dengan sistem elektronik yang dikembangkan oleh: Kementerian Kesehatan; Fasilitas pelayanan kesehatan; atau Penyelenggaraan sistem elektronik melalui kerja sama. Sistem elektronik RME wajib mengikuti standar Kepmenkes tentang Pedoman Variabel dan Meta Data Pada Penyelenggaraan RME, ICD-9 CM, ICD-10, SNOMED-CT, LOINC, KFA, dan HL7 FHIR. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota perlu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rekam medis elektronik sesuai dengan kewenangan masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Dalam penerapan rekam medis elektronik, drg. Madi Saputra, Sp.Pros dari Asosiasi Klinik Cabang Kota Yogyakarta menyampaikan terdapat tantangan yang masih perlu diperhatikan meliputi aspek: legal, Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, teknologi dan finansial. Tantangan dari aspek legal diantaranya terkait vendor atau Penyedia Rekam Medik Elektronik yang harus terdaftar dalam SATUSEHAT. Kendala aspek SDM diantaranya keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM khususnya tenaga IT di setiap fasyankes. Disamping itu literasi digital seluruh SDM termasuk tenaga medis dan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan. 

Aspek teknologi dikaitkan dengan kemampuan sistem RME yang digunakan di setiap fasyankes. Dari sisi asosiasi klinik, banyak Klinik yang masih memiliki sistem RME yang belum stabil, seperti adanya kendala dalam penghapusan data, penyimpanan data, dan ketidakakuratan data yang dihasilkan. Semakin banyak fitur yang terdapat pada sistem RME, semakin mahal biaya investasinya, terutama dalam hal perangkat keras, perangkat lunak, perawatan dan pengembangan sistem. Banyaknya klinik yang kapitasi BPJS nya masih dibawah 1000 peserta menyebabkan kendala biaya alat maupun kerjasama Penyelenggara System Elektronik (PSE). Selain itu, dari sisi infrastruktur akses listrik dan internet di Indonesia masih belum merata, terutama di daerah Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.

Terkait dengan tantangan tersebut, Ibu Yuli Nazlia Sindy, S.Kep, Ners, MKM, Ketua tim kerja perizinan dan registrasi Fasyankes Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer Kemenkes memberikan tanggapan bahwa Kemenkes telah memfasilitasi platform SATUSEHAT untuk integrasi data dan sistem informasi kesehatan. Kemenkes juga menyediakan sistem bagi fasyankes yang kesulitan mengembangkan sistem sendiri maupun terkendala menghubungi vendor melalui SIMGOS. Selain itu untuk meringankan beban penganggaran terdapat anggaran percepatan implementasi RME dari direktorat Pelayanan Kesehatan Primer dan Rujukan. Upaya lain yaitu adanya program pendampingan, bimbingan dan konsultasi bagi fasyankes yang kesulitan menggunakan sistem informasi khususnya SIMGOS. Diharapkan untuk sistem lain diampu oleh vendor/tim IT fasyankes bila mengembangkan sendiri juga ada pendampingan bila terjadi kendala.

Sebagai kesimpulan, Setiap fasyankes wajib menyelenggarakan RME sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam implementasi RME ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kendala atau tantangan yang dihadapi. Dukungan dari pemerintah, baik Kementerian Kesehatan maupun kementerian/lembaga terkait, sangat diperlukan untuk mewujudkan transformasi digital sistem kesehatan di Indonesia dengan optimal. 

Rekaman:

Narasumber 1: dr. Obrin Parulian, M.Kes

Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Narasumber 2: drg. Madi Saputra, Sp.Pros

Anggota Asosiasi Klinik Cabang Kota Yogyakarta

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *